Cut curucut..... cut curucut..... cut curucut....!!
Suara bel sebagai tanda berakhirnya pelajaran, terdengar nyaring sekali di telinga semua murid. Kalau saja diperbolehkan berteriak, mungkin mereka akan berteriak bersamaan karena senangnya. Semangat hidup yang rasanya hilang ketika mengikuti pelajaran membosankan, akhirnya muncul kembali setelah terdengar bel pulang sekolah. Nggak beda dengan semua murid di kelas X A SMA HARAPAN. Suasana kelas mereka yang tadinya tenang, berubah menjadi berisik.
“Waktunya pulang, Bu...” Terdengar suara salah seorang murid di kelas itu.
Seorang guru wanita, berbadan kurus, tidak terlalu tinggi, berkacamata dan berwajah serius, yang sedang berdiri di depan papan tulis, menghentikan kegiatan mengajarnya.
“Sebelum kita mengakhiri pelajaran hari ini,” kata Bu Murni, nama guru itu, kepada semua muridnya. Suara guru biologi ini terdengar serius, seserius wajahnya. “Ibu ingin mengingatkan kalian untuk ulangan biologi besok.”
“Apa bu, besok?” tanya putri terkejut.
“Kenapa ya?” tanya Bu Murni acuh.
“Nggak apa-apa, Bu, tapi kog mendadak.” Jawab putri. “Terus bab mana aja, Bu?”
“Semuanya dari bab satu sampai tiga.” Kata Bu Murni menjelaskan.
“Huuu...!!!” kali ini tidak hanya putri yang berteriak, tapi juga semua murid di kelas itu menggungkapkan ketidaksetujuannya pada Bu Murni.
“Itu kebanyakan Bu. Gimana belajarnya, besok kita masih punya PR yang harus dikerjakan Bu. Gimana kalau dua bab aja dulu, Bu” kata nisa menawar kayak mau beli barang di pasar aja ditawar dulu.
Tapi kali ini tidak hanya putri yang berteriak, tapi juga semua murid di kelas itu menggungkapkan ketidaksetujuannya pada Bu Murni.
“Itu kebanyakan Bu. Gimana belajarnya, besok kita masih punya PR yang harus dikerjakan Bu. Gimana kalau dua bab aja dulu, Bu” kata nisa menawar kayak mau beli barang di pasar aja ditawar dulu.
Tapi kali ini tidak hanya putri yang berteriak, tapi juga semua murid di kelas itu menggungkapkan ketidaksetujuannya pada Bu Murni.
“Itu kebanyakan Bu. Gimana belajarnya, besok kita masih punya PR yang harus dikerjakan Bu. Gimana kalau dua bab aja dulu, Bu” kata nisa menawar kayak mau beli barang di pasar aja ditawar dulu.
Tapi kali ini tidak hanya putri yang berteriak, tapi juga semua murid di kelas itu menggungkapkan ketidaksetujuannya pada Bu Murni.
“Itu kebanyakan Bu. Gimana belajarnya, besok kita masih punya PR yang harus dikerjakan Bu. Gimana kalau dua bab aja dulu, Bu” kata nisa menawar kayak mau beli barang di pasar aja ditawar dulu. Tapi Bu Murni bukan pedagan sayur di pasar yang bisa ditawar harga sayurannya. Dia adalah guru biologi paling disiplin di sekolah.
“Kita besok tetap ulangan 3 bab,” kata Bu Murni lagi, “Kalau kalian masih saja jelek hasilnyya seperti ulangan kemaren, Ibu tidak peduli. Yang butuuh nilai bukan Ibu tapi kalian sendiri. Selamat siang semuanya.” Setelah memberi salam Bu Murni meninggalkan kelas. Semua murid sungguh tidak bisa berbuat apa-apa kecuali pasrah dan menerima keputusan Bu Murni yang dirasa cukup berat.
Pagi yang benar-benar sibuk. Begitulah yang terjadi di ruang kelas X A. Masih sepagi ini tapi semua murid di kelas ini sibuk mempersiapkan ulangan biologi yang akan berlangsung kira-kira limabelas menit lagi. Ada yang sibuk belajar seperti Rizza dan Candra. Mereka memang dikenal sebagai dua murid yang selalu bersaing buat jadi juara kelas. Tapi sebagian besar murid lain ternyata lebih suka membuat contekan.
Tak seorang muridpun yang tidak membuat contekan di meja, termasuk Rizza dan Candra. Meja mereka penuh dengan tulisan. Ulangan biologi kali ini diras berat bagi semua murid, bahkan lebih berat dari ulangan yang lalu. Padahal ulangan yang lalu Cuma dua bab saja semua murid di kelas harus remidiasi, bagaimana dengan sekarang. Babnya lebih banyak dan waktu belajar Cuma sehari. Sudah bisa dipastikan akan remidiasi semua.
Tapi ternyata, murid-murid di kelas tidak patah semangat begitu saja. Mereka semua telah mmempersiapkan ulangan ini dengan baik. Dengan mempersiapkan banyak contekan tentunya. Ini adalah salah satu usaha paling jitu selain belajar suppaya tidakremidiasi. Belajar itu sulit dan malas untuk dilakukan, tapi kalau buat contekan itu mudah. Jadi tentu saja mereka lebih memilih membuat contekan.
Karena Bu Murni biasanya mengawasi murid-muridnya yang sedang ulangan dengan keta, maka semua murid harus bisa mengerjakan sendiri, karena nggak mungkin bisa bertanya pada teman lain kecuali teman sebangku, yang kemungkinan masih bisa. Ketahuan nanya sama teman oleh Bu Murni kertas ulangan bisa langsung disobek.
Jam dinding di kelas itu sudah menunjukkan pukul tujuh kurang empat menit. Dan kemudian suara langkah kaki terdengar. Buru-buru semuamurid duduk di bangku masing-masing.
“Selamat pagi!”suara Bu Murni menggema di ruang kelas yang hening ketika ia masuk. Dan tanpa sepatah kata pun dia berjalan ke meja guru. Tanpa semangat semua murid menjawab sapa Bu Murni. Tak seorang pun dari ke-28 murid di kelas itu mengeluarkan kertas ulangan. Mereka berharap Bu Murni lupa dengan ulangan hari ini, walaupun mereka juga tahu itu tak mungkin terjadi.
“Baiklah anak-anak.. masukkan semua buku kalian ke dalam tas dan keluarkan selembar kertas.” Perintah Bu Murni. Walau segan semua murid mengikuti perintahnya. Tak lama kemudian semua meja terlihat kosong, hanya ada satu atau dua lembar kertas kosong di atasnya dan ditemani sebuah pena.
Bu murni mualai berjalan keliling kelas membagikan kertas ulangan. Dan ulanganpun segera dimulai. Persis seperti perkiraan semua murid soal-soal Bu Murni memang sulit banget. Tapi semua murid tenang karena semua jawaban ada di contekan yang sudah mereka persiapkan. Bu Murni kembali ke mejanya. Walaupun tidak keliling kelas matanya tetap melirik kesana kemari mengawasi semua murid. Walau begitu ternyata semua murid masih bisa menggunakan kesempatan untuk menyontek.
Hampir semua murid mulai menggeser-geser kertas ulangan mereka dan membaca tulisan di meja. Sebagian murid perempuan sedikit membuka rok mereka beberapa senti, ternyata ada contekan juga yang ditulis tepat di atas lutut. Putri yang sedang flu berat yang kemana-mana selalu membawa tissue, kali ini tissuenya berguna juga. Karena di dalamnya ada banyak tulisan yang diam-diam dibacanya
Ternyata Nisa tak kalah cerdik dari Putri. Dia menulis contekannya di kertas ulangan yang sudah ia persiapkan dengan pensil. Setelah selesai dicontek tonggal dihapus. Namun Didi lain lagi cara nyonteknya. Walaupun kata teman-temannya ini agak berbahaya, Didi tetap bersikeras dengan caranya. Dia menulis contekannya di HP-nya. Waktu ulangan HP-nya ditaruh di bawah meja, bagi Didi hal ini tidak bukan masalah karena dia sudah hafal keypad di HP-nya. Jadi waktu tekan-tekan keypad pandangannya cukup fokus pada kertas ulangan.
Tiara juga punya cara yang lebih jitu. Sebagai anak yang berjilbab di kelas itu, Tiara juga tidak mau ketinggalan menyontek. Kertas-kertas kecil contekannya ia tempelkan di pergelangan tangan kalu mau nyontek tinggal tarik sedikit lengan bajunya. Sebagian murid juga menyontek dengan kertas kecil yang ditaruh di saku, di sela meja, dan tempat tersembunyi lainnya.
Tak terasa waktu mengerjakan pun habis. Bu Murni menyuruh murid-murid untuk mengumpulkan kertas ulangan dan jawaban. Setelah itu Bu Murni segera meninggalkan kelas. Lusa ada atu jam pelajaran biologi. Semua murid kelas itu menunggu dengan santai hasil ulangan mereka. Mereka semua yakin dengan masing-masing jawaban karena semua soalnya mamang cocok dengan buku. Jadi mereka optimis kalau mereka tidak akn remidiasi.
“Ibu ingin menyampaikan sesuatu tentang ulangan kalian yang lalu.” Kata Bu Murni.
“Ada apa Bu? Apa ada yang remidiasi, Bu?” tanya Nisa.
“Itu dia yang ingin Ibu sampaikan. Ibu belum mengoreksi ulangan kalian karena kertas ualangan kalian hilang. Kata Bu Murni menjelaskan.
“Bagaimana bisa hilang, Bu? Tanya Didi kecewa.
“Sebenarnya ada kesalahan. Pak Bejo terlanjur membuang kertas ulangan kalian waktu membersihkan meja Ibu.tapi sudahlah kita bisa ulangan lagi.”papar Bu Murni.
“Ulangan lagi? Kapan Bu?”tanya tiara kaget.
“Sekarang,” jawab Bu Murni tegas.
“Sekarang...?” seru semua murid di kelas itu dengan kompak.
“Iya, keluarkan selembar kertas dan tdak ada protes.” Kata Bu Murni.
Terpaksa semua murid mengeluarkan selembar kertas. Kali ini tidak ada waktu untuk membuat contekan. Tulisan di bangku sudah dihapus, tulisan di tissue sudah dibuang, apalagi kertas-kertsa contekan sudah dibuang ketempat sampah, mungkin sudah ikut dibakar Pak Bejo bersama kertas ulangan mereka. Dan tidak ada satu bab pun yang mereka ingat, karena memang mereka tidak belajar. Kalau begini mereka hanya bisa pasrah dan bersiap untuk remidiasi.
0 komentar:
Posting Komentar